Rabu, 14 April 2010

TEGURAN DARA JELITA

KEPADA DZUN NUN AL - MISHRI

Selain sebagai tokoh besar tasauf , Wali Allah yang sati ini juga dianggap sebagai ahli Al-Kimia yang mempunyai kekuatan Ghoib , bahkan telah mengetahui rahasia tulisan Hiroglif Mesir……..

Abul faiz Tsuban bin Ibrahim Al-mishri yang dijuluki Dzun Nun lahir dikota Ekhmim yang terletak di pedalaman Mesir,sekitar tahun 180 H / 796 M . pada masa hidupnya. Di dalam pengembaraannya di negri Arab dan Syria , banyak guru yang telah di ikutinya. Bahkan ada serangkaian syair dan risalah yang diduga merupakan hasil karyanya. Dia Wafat di Kota Kairo pada tahun 246 H / 861 M, dan sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.
Tentang poertoubatannya tercatat beberapa hal . di antaranya, pada suatu hari dia mendengar bahwa disuatu tempat ada seorang pertapa. Kabar itu mengusik hati Dzun Nun untuk mendatanginya. Dan setibanya di sana, dia mendapati sang pertapa sedang bergantung pada sebatang pohon dan berseru kepada dirinya sendiri, ( Wahai Tubuh, Bantualah aku dalam mentaati perintah Allah, kalau tidak , akan kubiarkan engkau tergantung seperti ini sampai engkau mati kelaparan. )
Menyaksikan hal itu, Dzun Nun tak dapat menahan tangis. Maka, bertanyalah si pertapa kepadanya, “ Siapakah itu yang telah menaruh belas kasihan kepada diriku yang tak mempunyai malu dan banyak berbuat aniaya ini ?”
Dzun Nun segera menghampirim si pertapa dan mengucapkan salam. Kemudian dia bertanya , “ Mengapakah engkau berbuat seperti ini ? “
“ Tubuhku ini telah menghalang halangiku untuk mentaati perintah Allah. Tubuhku ini ingin bercengkrama dengan manusia – manusia lain, “ Jawabnya.
Dzun Nun terkejut karena tadi dia mengira bahwa orang itu telah membunuh sesama orang Islam atau melakukan dosa besar lainnya.
Sang pertapa melanjutkan, “ tidakkah engkau menyadari bahwa begitu engkau bergaul menusia ramai, maka segala sesuatu dapat terjadi ? “
“ engkau benar – benar seorang pertapa yang kukuh, “ kata Dzun Nun .
“ Maukah engkau menemui seorang pertapa yang lebih dari aku?” Tanya sang pertapa .
“ Ya tentu siapa ! “
pergilah kegunung yang ada di sana. Di situlah engkau akan menemuinya, “ tampa banyak tanya, pergilah Dzun Nun ke gunung yang dimaksud , dan setibanya di sana, dia menjumpai seorang pemuda yang sedang duduk di dalam sebuah pertapaan. Salah satu kakinya telah putus dan potongannya sengaja dibuang keluar dan dipenuhi cacing. Dzun Nun menghampiri dan mengucapkan Salam, kemudian menanyakan tentang kedaan diri si pertapa yang ada di depannya .
si pertapapun berkisah ; “ suatu hari, ketika kau sedang duduk di dalam pertapaan
ini , kebetulan, lewat seorang wanita. Hatiku tergetar menginginkannya , sedang jasmaniku mendorong agar aku mengerjakannya. Ketika salah satu kakiku telah melangkah ke luar dari ruangan pertapaan ini, terdengarlah olkehku sebuah seruan ; ‘ setelah mengabdi dan mentaati Allah selama tiga puluh tahun, tidakkah engkau merasa

malu untuk mengikuti syetan dan mengejar seorang pelacur ? ‘ karena menyesal , maka kupotong kaki yang telah kulangkahkan itu. Dan kini duduk menantikan apa yang akan terjadi dan menimpa diriku.”
Dzun Nun merasa haru mendengar kisah itu .lalu, sipertapa kembali berkata. “ Tetapi , apa yang telah mendorongmu untuk menemui orang yang berdosa seperti diriku ? jika engkau ingin menjumpai seorang Hamba Allah yang sejati, pergilah kepuncak gunung ini ! “

Sayang, puncak gunung itu terlalu tinggi . Dzun Nun nun merasa tak mampu untuk mendakinya. Oleh karena itu, dia hanya bertanya – tanya tentang diri si pertapa yang dimaksud.
Seorang mengisahkan kepada Dzun Nun, “ Memang ada seorang lelaki yang sudah sangat lama mengabdi kepada Allah SWT di dalam pertapaan di puncak gunung iyu. Pada suatu hari, seseorang menjumpainya dan berbantah – bantahan . Orang itu berkata bahwa sehari – hari setiap manusia harus mencari makanan sendiri. Sipertapa kemudian bersumpah tidak akan memakan makanan yang telah di usahakannya. Berhari – hari lamanya dia tidak akan makan sesuatu apapun . Akhirnya, Allah mengutus sekawanan lebah yang melayang – layang mengelilinginya kemudian memberikan madu kepadanya.

Demikian kisah itu, segala sesuatu yang telah disaksikan dan didengar oleh Dzun Nun sangat menyentuh hatinya . dan sadar, bahwa barang siapa memasrahkan diri kepada Allah, ciscaya Allah akan memelihara dan tidak akan menyia – nyiakan penderitaannya.

Di dalam perjalanan menuruni gunung itu, Dzun Nun melihat seekor Burung yang sedang bertengger di atas pohon. Tubuhnya kecil dan setelah diamati ternyata matanya Buta, lantas dia berkata dlama hatinya, “ dari manakah makhluk lemah tidak berdaya ini memperoleh makanan dan minumannya ? “

Tiba – tiba si burung melompat turun dengan mematuk matukan dan mencungkilkan paruhnya ke tanah, tak berapa lama kemudian nampak oleh Dzun Nun dua buah Cawan. Yang sebuah terbuat dari Emas penuh dengan biji gandum,dan yang sebuah lagi terbuat dari perak dan dipenuhi Air Mawar. Setelah makan dan minum sepuasnya, burung itu melompat lagi kembali ke atas dahan dimana tadi dia hinggap sementara, kedua cawan tadi kembali terpendam tanah.

Kejadian itu membuat Dzun Nun terpfana . dan sejak itu , dia mempercayakan jiwa dan raga serta benar – benar berbuat kepada Allah.

Pada suatu ketila, setelah lama berjalan, Dzun Nun dan kawan – kawannya tiba di suatu kawasan padang pasir. Di sana mereka menemukan sebuah guci berisi kepingan emas dan batu permata, sedang tutupnya terbuat dari papan yang bertuliskan nama Allah. Salah seorang sahabatnya langsung membagi – bagikan kepada yang lainnya, sedang Dzun Nun hanya minta papan yang bertuliskan Nama Allah tidak yang lainnya.!
Papan itu diciuminya siang dan malam. Berkat papan itu , dia memperoleh kemajuan spiritual yang sedemikian pesat sehingga pada suatu malam dalam

mimipinya Dzun Nun mendengar ada seruan , “ semua sahabatmu lebih suka memilih Emas dan permata. Karena benda – benda itu mahal harganya sedang engkau lebih memilih nama-Ku yang lebih berharga dari pada emas dan permata. Oleh karena itu, aku bukakann untukmu pintu pengetahuan dan kebijaksanaan !

Setelah itu, Dzun Nun kembali kekota . tetapi, setibanya di kota, dia lebih memilih untuk melakukan pengembaraan.

Pada suatu hari, Dzun Nun berjalan – jalan hingga sampai ketepian sebuah sungai. Disitu dia melihat sebuah villa. Dan setelah selesai bersuci di sungai itu, tampa sengaja matanya memandang kearah lotengnya. Tampak seorang Dara Jelita sedang berdiri.
Karena ingin mempertegas penglihatannya, “ Siapakah engkau ini ? “

Yang ditanya pun menjawab, “ Dzu Nun ! “

Dari kejauhan kukira engkau seorang gila. Ketika agak dekat kukira engkasu seorang pelajar. Dan ketika sudah dekat, kukira engkau seorang Mistikus ( Sufi ). Tetapi kini jelas bagiku, engkau bukan gila, bukan seorang terpelaja dan bukan seorang Mistikus . “

“ mengapa engkau berkata sedemikian ? “ tanya Dzun Nun.

“ seandainya engkau gila, niscaya tidak bersuci. Seandainya engkau terpelajar., nis caya tidak memandang yang tik boleh dipandang, dan seandainya engkau seorang mistikus, pasti engkau tak memandang suatupun selain Allah. “

setelah berkata demikian, dara itupun menghilang. Sadarlah Dzun Nun bahwa yang barusaja dilihatnya bukanlah manusia biasa. Sesungguhnya dia diutus Allah untuk memberi peringatan kepada dirinya. Api sesalpun langsung membakar dirinya.
Rahmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar

Tidak ada komentar: