Rabu, 14 April 2010

PERBEDAAN PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM TAFAKUR

PERBEDAAN-PERBEDAANINDIVIDUAL
DALAM TAFAKUR

Tafakur menurut ahli bahasanya adalah merenun.
Perenungan tentang semua ciptaan serta kekuasaan
Dan kebesaran Allah berupa Langit dan Bumi beserta semua isinya. …..

Seseorang dalam hidupnya sekali waktu pasti pernah melakukan perenungan terhadap obyek – obyek ciptaan Allah yang ada di muka bimi ini. Misalnya saja ketika dia berada di tepi pantai dengan lautan yang luas, atau ketika kita melihat sebuah gunung yang mempunyai panorama alam yang sangat indah. Hal tersebut pasti akan membuat kita bertafakur serta memuji kebesaraNya. Hanya saja meskipun sama – sama melihat, setiap individu pasti akan berbeda terhadap pemahaman maupun tingkat kedalaman dalam tafakur.

Menurut Malik Badri, sedikitnya ada delapan aspek dan pariable yang saling terkait membentuk perbedaan – perbedaan tersebut. Aspek dan pariable tersebut sebagai berikut

Dalamnya Keimanan
Dalamnya tafakur dan tadabur sangat tergantung seseorang dengan Allah. Namun perkara ini sangat pribadi dan hanya diketahui oleh Allah.
Makin bertambah keimanan seseorang makin mudah pula dia tenggelam dalam luasnya kerajaan Sang Pencipta. Di samping itu hal ini memudahkan baginya untuk mendapatkan perasaan ( Khusyuk ) dan cinta terhadapNya.

Kemampuan dalam berkonsentrasi
Tingkat orang bertafakur dan pengetahuannya tentang Allah adalah faktor pertama dan utama yang menentukan tingkat Tafakur.
Adapun faktor keduanya terkait dengan sebagian dari karakteristik pribadi mungkin serta kemampuan fitrahnya untuk berkonsentrasi tampa cepet merasa lelah dan bosan.

Kondisi Emosi dan Intelektual.
Faktor ketiga adalah kejiwaan. Tafakur membutuhkan ketenangan jiwa, kesehatan jasmani dan rohani. Apabila kita meninggalkan perbincangan tentang kesehatan jasmani karena posisinya sebagai sesuatu yang aksiomatik, kita juga tidak berharap banyak dari orang mungkin yang dilanda kegelisahan yang kuat, perasaan waswas yang mendera – dera, bayang – bayang kehawatiran bila menderita sakit yang menakutkan, maupun berbagai bentuk keguncangan syaraf lainnya.

Allah sedang menguji mereka sehingga mereka tidak mampu berkonsentrasi dengan baik. Jelas sekali kedua aspek ini memiliki pengaruh dalam membentuk keguncangan – keguncangan syaraf tadi.
Masih banyak lagi ekprimen yang membuktikan bahwa konsentrasi dan kemampuan dalam memecahkan satu permasalahan akan melemah seiring dengan meningkatnya kegelisahan dalam jiwa.
Namun tak diragukan, bahwa penyakit kejiwaan bagi seorang mukmin yang ingin bertabur terasa lebih berat dibanding penyakit yang menimpa anggota badan / tubuh. Bahkan sebagian dari ahli ibadah justru bergembira bila ditimpa penyakit jasmani, sebab tidak mustahil penyakit jasmani itu bisa berguna sebagai wahana Taammul dan Tafakur bagi mereka.
Perasaan – perasaan seperti cemas, depresi, cepat sakit hati, semua ini berlawanan dengan kejernihan pikiran yang sangat dibutuhkan orang beriman yang ingin Berdzikir dan bertafakur. Bahkan tidak mustahil semua ini akan menghambanya untuk melakukan kerja – kerja produktif.
Karena itu Rasulullah SAW meminta perlindungan dalam Do’a beliau yang terkenal, agar dijauhkan dari rasa gundah, sedih, lemah dan malas. Sebab penyakit lemah dan malas boleh jadi merupakan hasil wajar dari adanya perasaan cemas dan sedih.

Faktor – faktor lingkungan.

Hal ini berkaitan dengan pengaruh lingkungan tempat orang bermain hidup di dalamnya. Juga, sampai sejauh mana pikirannya itu kosong dari berbagai kesibukan dengan permasalahan sehari – hari, kebiasaan – kebiasaan hidup yang melelahkan, jenis pekerjaan yang digelutinya, dan berbagai faktor lingkungan lainnya yang tak terhitung jumlahnya.
Sebagai contohnya adalah seorang mukmin yang beristrikan orang yang shalihah, zuhud dan belajar sepekan tujuh jam materi akidah dan tafsir pada sebuah universitas Islam, dalam sebuah negri yang makmur yang menyiapkan semua fasilitas – fasilitas hidup akan menemukan seluruh lingkungannya mendorong dai untuk berdzikir, bertafakur, dan bertadabur terus menerus.
Namun sebaliknya orang mukmin yang kelelahan akibat harus bekerja siang dan malam dalam sebuah prusahaan yang menghabiskan waktunya hanya untuk menghitung keuntungan komersial dan menghitung subsidi pemerintah, kemudian ketika ingin pulang kerumahnya harus menunggu lama di depan tukang roti dan pompa bensin dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupdirinya dan keluarganya.
Jelas sulit menemukan waktu yang memungkinkan dirinya bertafakur secara mendalam, dzikir maupun tadabur meskipun ia tidak berbeda dari orang – orang mukmin yang pertama dari segi keimanan maupun struktur syaraf dan kejiwaannya.

Tingkat Pengetahuan Orang Beriman Terhadap Obyek Tafakur.
Faktor ini berkaitan sampai sejauh mana orang – orang melakukan tafakur tersebut mengenal spesifikasi obyek tafakurnya. Setiap manusia didalam alam wujud ini bisa mendapatkan pelajaran Allah dari apa yang ada di sekelilingnya sesuai dengan tingkat pengetahuan yang ia miliki terhadap obyek tafakurnya itu.
Misalnya saja memandang langit dengan bintang – bintannya yang bertebaran lalu merenungkan keindahannya yang menakjubkan.
Namun seorang mukmin spesialis dalam bidang astranomi dikala memandang langit akan menyaksikan apa yang tidak dapat dilihat orang lain.

Ia melihat dan menyaksikan dalam luasnya langit bertebaran jutaan planetyang jaraknya dari bumi kita jutaan tahun cahaya. Melalui teori fisika modern ia bisa mengetahui bahwa pelanet – pelanet itu kian berjauhan dalam kecepatan luar biasa, kadang mencapai ( 40,000 mil / detik ).
Ketika memandang langit ilmuan mukmin akan dapat menyaksikan bahwa mukzizat – mukzizat Allah di langit itu saling menjauh secara tetap sehingga angkasa dan alam semesta makin melebar dan meluas.
Dia juga akan merasakan keesaan Allah dalam kesatuan ciptaanNya, demikian pula materi dan energi sesungguhnya memiliki subtansi yang sama.
Meskipun kita semuanya memiliki kadar keimanan dan konsentrasi pikiran serta hati yang sama, tetapi ilmuan mukmin itu memperoleh kedalaman tafakur yang jauh lebih tinggi di banding yang kita peroleh.

Teladan yang Baik dan Pengaruh Persahabatan.
Tafakur yang benar merupakan aktifitas yang mencakup seluruh aspek pengetahuan dan emosi manusia. Karenanya ia akan makin dalam dan makin tranparan bila dilakukan secara rutin dan selalu dikaitkan dengan berdzikir dan bertasbih kepada Allah.
Dari sini orang mukmin mencapai satu posisi satu posisi yang tinggi yang ia menyaksikan kekuasaan, hikmah, kasih sayang dan seluruh sifat – sifat Allah oada setiap yang ia lihat dan dengar disekelilingnya.
Bahkan didalam agama telah dijelaskanadanya pengaruh terhadap keteladanan dan persahabatan yang baik. Demikian pula psikologi modern dan manusiapun telah membuktikan kebenarannya.
Karenanya faktor keteladanan dan persahabatan termasuk faktor penting yang mempengaruhi tingkat kedalaman tafakur orang – orang beriman.
Demikian pula sebaliknya keteladanan yang buruk akan menjadi hambatan utama didalam meraih tafakur yang mendalam.

Esensi dan sesuatu.
Adapun faktor ketujuh esensi dan karakter dari obyek tadabur dan aktifitas – aktifitas berpikir. Manusia sangat mudah untuk bertafakur makhluk – makhluk Allah yang ada dialam ini, seperti langit, gunung – gunung sungai – sungai dibandingkan merenungkan produk tangan manusia yang kemudian dikaitkan dengan nikmat – nikmat Allah.
Buatan manusia membutuhkan pengamatan yang cukup dalam dibandingkan dengan benda – benda alami yang belum disentuh tangan amnusia bahkan ada beberapa fenomena alam secara langsung merangsang pikiran dan perasaan sehingga menimbulkan getaran dalam struktur kejiwaan dan roh manusia.
Contohnya adalah suara petir yang bergemuruh, hujan yang amat lebat dsb sehingga dengan adanya fenomena – fenomena tersebut akan mempermudah bagi manusia untuk bertafakur dengan khusyuk.
Sebaliknya ada juga fenomena – fenomena yang sulit ditadaburi. Boleh jadi karena dia membutuhkan pengamatan yang mendalam, atau karena akal manusia tidak mampu mencernanya karena sifatnya yang immatrial atau lepas dari ikatan ruang dan waktu.

Rahmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar

Tidak ada komentar: