MENURUT MULIA SADRA
Pendapat ini dikemukakan oleh Mulia Sadra,
seorang Ulama Besar , Filosof .
Dia menerangkan hal ini secara luas
di dalam kitabnya yang berjudul
ASFAR AL-ARBA’AH ……
Mulia sadra adalah seorang filosof dan sufi besar di zamannya. Dia mengatakan dalam kitabnya yang berjudul ASFAR AL – ARBA’AH, bahwa seorang sufi sejati harus menempuh ( Empat perjalanan Ruhani ), yang dimaksud perjalanan disini bukanlah perjalanan dari tempat ketempat lain, tapi dari Maqom – kemaqom.
Empat perjalanan yang dikemukakan oleh Mulia Sadra adalah sebagai berikut :
1 . perjalanan seorang salik ( Hamba ) dari dunia sampai ke Tuhan ( Syarmin Al Khalq ila Al Haq ).
Perkataan sampai ke Tuhan bukan sampai kepada Dzat Tuhan atau maqom Tuhan, karena bila DzatNya dapat dicapai oleh makhluknya yang terbatas maka Allah pun terbatas.
Sifat terbatas adalah sufat kekuarangan karena terbatas masih dikelilingi oleh sesuatu yang membatasinya, seperti dimensi, ruang dan waktu, jika Allah terbatas maka Allah masih tidak sempurna karena nasuh dikelilingi makhluk ciptaanNya.
Oleh karena Allah Maha Sempurna, maka Allah tidak dikelilingi makhlukNya yang sebelumnya tiada. Sifat terbatas mempunyai awalan sehingga ketika sebelum awal bukan hanya alam materi saja tapi mencakup seluruh semua alam seperti alam manusia, alam jin, alam barzah dan lain sebagainya.
Dimana Surga dan Neraka berada ( alam realitas dan bagian alam metafisika )? Jadi, pada perjalanan pertama ini seorang salik harus meninggalkan Haram, Makruh, ( dengan hati dan badan ), kesenangan hawa nafsu walaupun halal seperti keinginan memiliki dan sebagainya.
Kasyat, keramat, ilmu laduni, surga, lauhul mahfuzh hingga ke alam Arsy ( akal, tetapi bukan akal dalam pikiran manusia ) yang pertama. Dimana Allah menciptakan langsung alma akal pertama ini yang berefek terus, sehingga tecipta semua alam ini atas izin Allah SWT.
Dan dilakukan secara spiritual dan jasmani. Dan perlu diketahui bahwa alam – alam ini bukanlah tempat yang seperti kita bayangkan, tapi alam – alam ini adalah maqom – maqom. Surga dan Neraka pun menurut sebagian besar para sufi adalah maqom bukannya tempat seperti taman atau tempat yang menyala api seperti api dunia. Sehingga jika seorang mukmin berada di neraka baginya bukan tempat siksaan tapi puncak kenikmatan yang dirasakan ruhnya karena sebenarnya ruhnya telah mencapai maqom kenikmatan yang tinggi. Demikian menurut pendapat kalangan sufi.
Perjalanan pertama seorang salik di awali dengan meninggalkanalam materi seperti haram, makruh, kesenangan dan lain – lain lalu meninggalkan alam jin yang dia lihat dengan mata batinnya.
Kemudian meninggalkan keramat seperti karomah – karomah yang dimilikinya karena karunia dan rahmat Allah SWT. Hingga dia berada dialam mistal ( Barzah ) dimana dia tidak terfana oleh indahnya Surga dan tidak takut akan buruknya Neraka. Kemudian perjalanan berlamjut ke alam akal yang memiliki tingkatan maqom hingga ke alam akal pertama.
Di makom ini tiada yang “ yang diperhatikan” kecuali Allah saja. Sesampai disini seorang salik baru bisa disebut dengan Wali Allah, tapi hanya wali kecil. Penyembayangannya bukan karena ingin surga atau takut neraka tapi kecintaannya yang amat tinggi melebihi segalanya kepada Allah saja.
2 . perjalanan seorang salik dari Tuhan ke Tuhan ( Syar bi al Haq fi Al Haq ).
Dalam perjalanan kedua ini seorang salik mengembara dalam berbagai kesempurnaan dan sifat – sifat Tuhan. Seorang salik tidak pernah lengah sedikit pun untuk menghadirkan dalam jiwanya Asma – Asma Allah dari asma yang satu ke asma yang lain.
3 . perjalanan seorang salik dari Tuhan ke Makhluk bersama Tuhan ( Syar min al Haq ila al Khalq bi al Haq ).
Yang dimaksud bersama Tuhan di sini bukan berdampingan, tapi hanya bahasa saja karena Allah tidak terbatas, seorang salik turun dari maqom mengkasyafi asma –asma Allah kepada makhluk tapi,” dengan “ Tuhan.
Jadi penglihatannya ( bukan penglihatan fisik ) kepada makhlik tidak menutupi perhatiannya kepada Tuhannya.
4 . perjalanan dari makhluk ke makhluk bersama Tuhan ( Syr fi Al Khalq bi al Haq ).
Pada perjalanan ini seorang salik tidak berpaling lagi kepada makhluk-makhlukNya seperti pada perjalanan pertama, berpalingnya seorang salik pada perjalanan pertama menyebabkan terhalangnya pandangan kasyafnya kepada Tuhan.
Di perjalanan ini seorang salik memberi petunjuk kepada masyarakat serta membimbing mereka kepada Al Haq. Seperti cara Ibadah, cara Shalat, cara wudhu, cara berpolitik, cara berekonomi, dan lain sebagainya.
Jadi kasyafnya salik pada tingkatan tahu alam-alam lain dan maqom-maqom yang berada “ di Atas “ –Nya. Seorang salik tahu rahasia alam, tahu masa depan, tahu alam malaikat, tahu alam surga dan neraka, tahu halal dan haram sehingga dalam pandangannya sesuatu yang haram akan membentuk Api yang menyala.
Dalam pandangan seorang pendosa, maka raganya akan berbentuk seperti hewan dan juga tahu syariat Tuhan walaupun tidak dipilih tidak menjadi utusan Tuhan.
Allah mengambil Nabi dan Rasul dari orang – orang yang telah menyelesaikan empat perjalanan ini.salah satu contoh orang yang mencapai maqom ini tapi bukan Nabi atau Rasul adalah ( Lukman AS. ) kisahnya bisa dilihat dalam Al – Qur’an dan hadist – hadist.
Lukman AS ditawari kenabian atau ke arifan oleh Allah SWT. Maka dia memilih ke Arifan. Tapi walaupun Nabi dan Rasul dipilih dari golongan orang – orang ini, tapi mereka masih berbeda-beda maqomnya ( Qs.2:253 ). Allah tidak membedakan Nabi dan Rasul dari segi wajib yang harus di taatinya.
Karena ada prbedaan maqom maka utusan Tuhan dibagi menjdi dua yaitu :
1 . Rasul Syariat yaitu utusan Tuhan dalam mengembangkan amanat syariat untuk disampaikan kepada Nabi atau Umat. Yang pertama adalah Jibril AS.( malaikat pembawa wahyu ) seperti yang tedapat di dalam ( Qs. 42:51). dan yang kedua adalah Nabi dan Rasul seperti terdapat didalam ( Qs.4;146. ).” Dan sebagian Rasul telah kami ceritakan kepadamu sebelum ini sedangkan sebagian lainnya belum kami ceritakan.”
2 . Rasul cipataan yaitu utusan Tuhan yang mengatur tatanan alam dan makhluknya. Seperti malaikat pengatur hujan dan sebagainya.
Begitulah sekilas empat perjalanan ruhani seorang pesuluk atau salik yang dilakukan para arif billah dalam tasawuf. Pendapat ini di kemukakan oleh Mulia Sadra, seorang ulama besar, filosof dan sufi. Dia menerangkan hal ini secara luas di dalam kitabnya yang berjudul ASFAR AL ARBA’AH.
Kitab ini masih menjadi kurikulum pelajaran di Iran dan di Iraq bagi pelajar – pelajar yang belajar disana.
RAhmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar