Rabu, 14 April 2010

TAUBATNTA SANG PENYAIR BERGAJUL DARI BAGHDAD

ABU Nawas dikenal sebagai sosok jenaka.
Siapakah dia yang sebenarnya?
Salah satu sumber sejarah menyebutkan
bahwa dia sesungguhnya seorang penyair
yang pernah hidup dengan hura-hura.

Siapa yang tidak kenal dengan Nama Abunawas, seorang penyair yang tekenal dan terkemuka di zamannya. Bahkan Abu Nawas sebenarnya lebih dikenal sebagai seorang sastrawan kondang yang nafas-nafas kehidupannya dia habiskan di Istana Harun Ar-Rasyi dengan segala kemewahan. Tapi adakah orang tahu latar belakang kehidupan Abu Nawas sebelumnya ?

Dalam catatan sejarah dia juga dikenal sebagai orang yang menganut paham Hedonisme, yakni faham yang mengutanakan kesenangan dunia semata-mata. Akan tetapi ketika setetes hidayah Allah turun kepadanya, dia menyesali segala dosa2 yang telah diperbuatnya dengan melakukan Tobatan Nasuha serta keinginan untuk menjalani kehidupan zuhud.

Abu Nawas atau sering juga disebut Abu Nuwas dilahirkan di kota Ahwaz, sekitar tahun ( 130-145 H / 747-762 M ). Dia adlah seorang penyair Arab ternashyur pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid ( 170-194 H / 786-809 ) dari dinasti Abbasiyah.

Nama lengkapnya ialah Abu Nawas Al-Hasan Bin Hani Al-Hakami. Ayahnya adalah seorang tentara bernama Marwan bin Muhammad, yang hidup di Zaman Khalifah terakhir dinasti Bani Ummayah di Damaskus. Sedangkan Ibunya barnama ( Jelleban ), adalah seorang wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kainWol.

Ketika masih kecil, ayah Abu Nawas meninggal dunia. Kemudian ibunya membawanya ke Basrah. Di sanalah dia belajar bahasa dan satra Arab dari dua ahli Bahasa Arab yang bernama ( Abu Zaid dan Abu Ubaidah ). Dan dia belajar hadist kepada ( Abdul Walid bin Ziyad, Mu;tamir bin Sulaiman, Yahya bin Sa’ad Al Qattan dan Azhar bin Sa’d Samman.

Menurut sejarah Abu Nawas juga belajar Al-Qur’an dari Ya’qub Al Hadrami.

Sejak kecil Abu Nawas dikenal sangat pandai merangkai kata – kata dan membuat Syair yang indah. Melihat bakat kepenyairannya yang dimiliki Abu Nawas ini, seorang penyair dari Kufah yang bernama ( Walibah bin Habab Al Asadi ) tertarik kepadanya. Walibah kemudian membawa Abu Nawas ke Ahwaz dan setelah itu ke Kufah.

Di Kufah Abu Nawas berkesempatan belajar kepenyairan Arab bernama Khalaf Al Akhmar, yang kemudian menyuruhnya pergi berdiam kepedalaman padang pasir bersama orang – orang Arab Badui untuk mendalami dan untuk memperhalus pengetahuan bahasa Arabnya selama satu tahun.
Setelah itu Abu Nawas pindah kebaghdad dan berkumpul dengan penyair – penyair di kota itu. Dia pun berhubungan dengan beberapa Amir dan mengubah puisi pujian bagi mereka.

Berita tentang kepandaiannya dalam berpuisi akhirnya sampai juga ke Istana Harun Ar-Rasyid. Kabar ini melalui seorang musikus Istana yang bernama ( Ishaq Al Mausuli ), nasib baik pun berpihak kepada Abu Nawas. Sejak Khalifah mendengar habar tentang keindahan syairnya, kemudian Abu Nawas di panggil untuk menjadi penyair Istana dengan tugas mengubah puisi pujian untuk Khalifah.

Pada suatu ketika Abu Nawas melantunkan puisi yang menghina kabilah Arab Mudar sehingga khalifah murka dan memenjarakannya. Setelah bebas dia berpaling dari khalifah dan mengabdi kepada pembesar Istana dari keluarga Barmak.

Abu Nawas meninggalkan Istana Baghdad setelah keluarga Barmak( Baramikha ) dibinasakan oleh Khalifah pada tahun ( 187 H / 803 M ). Kemudian dia pergi kemesir dan mengubah puisi untuk Gumenur Mesir yang bernama Khasib bin Abdul Hamid Al Ajami.

Setelah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia, Abu Nawas kembali ke Baghdad dan menjadi penyair Istana bagi Khalifah Al-Amin. Puisi – puisi gubahan Abu Nawas terdiri atas beberapa tema seperti Pujian, Satire ( Hija’ ), kehidupan Zuhud ( Zuhdiyat ), perburuan binatang liar ( Tardiyat ) pengembaraan Khamar ( Khumrayat ), wanita dan cinta ( Gazaliyah ), lelucon dan sendagurau ( Mujuniyat )

Keterangan :

1 . Hija’----------Pujian
2 . Zuhdiyat-----Kehidupan Zuhud
3 . Tardiyat------Perburuan binatang liar
4 . Khumrayat---Pengembaraan Khamar
5 . Gazaliyah----Wanita dan Cinta
6 . Mujuniyat----Lelucon dan Sendagurau

kepenyairannya telah mempengaruhi jalan hidupnya. Walaupun sejak kecil dia telah mendapat pengajaran agama yang baik ternyata Abu Nawas tampil sebagai seorang penyair yang penuh “ Hura-Hura “

Puisi Mujuniyahnya kadangkala melampaui batas kesopanan dan merendahkan agama sehingga dia dicap sebagai penyair ( Fasik atau Zindik ). Sedangkan Puisi Khumrayatnya membuat dia dikenal sebagai “ penyair Khamar “
Karena dia yang pertama kali mengangkat Khamar, minuman haram sebagai tema dari puisinya. Dalam Khumrayat ini dia membeberkan kelezatan dan keburukan khamar, tentang buah anggur, pemerasannya dan pengolahannya, rasa khamar, warna dan baunya

serta para peminumnya yang manul.
Dia memperoleh hadist yang melarang minum khamar karena menurutnya khamar dapat menenangkan hati yang risau dan gundah, dan dapat bersenang – senang dengan wanita-wanita yang cantik yang menuangkan khamar ke dalam gelas.

Bahkan karena kepenyairan yang penuh “ Hura-hura “ itu, indahnya sering terpeleset, bahkan tidak segan – segan pula dia mempelesetkan ayat – ayat Al-Qur’an. Karena ulahnya itu, dia pernah diajukan ke pengadialan karena dituduh menghina Al Qur’an.
Salah satu bait syairnya yang dinilai menghujat Al Qur’an, adalah :
Biarlah mesjid-mesjid itu dipenuhi oleh orang-orang yang shalat.
Ayolah kita minum khamar sepuasnya Tuhan pun tak pernah mengatakan Neraka Wael bagi para pemabuk Tuhan hanya berfirman Neraka Wail bagi orang yang shalat. Dengan sikapnya yang keterlaluan itu,
Maka menimbulkan kemarahan umat. Abu Nawas dipandang melecehkan agama dan akan dijatuhi hukuman mati. Beruntunglah pada saat itu khalifah yang berkuasa adalah Harun Ar-Rasyid yang bijaksana. Khalifah memberikan Grasi dan kesempatan kepada abu Nawas untuk bertaubat.

Abu Nawas memang boleh dikatakan seorang penyair yang bergajul, namun pada akhirnya dia bertaubat dari segala dosa-dosanya. Dan dia mengaku secara tulus di hadapan Tuhan tentang dosa – dosa yang pernah ia lakukan. Bahkan menjelang akhir hayatnya dia mengubah puisi Zuhdiyat, mengungkapkan rasa penyesalan dan tobat atas kesalah dan dosa yang telah diperbuatnya serta keinginan untuk meninggalkan kesenagan dunia dan menjalani hidup Zuhud.

Adapun pengakuannya di senandungkan lewat sebuah syair berikut ini :
Oh, Tuhanku
Aku tak layak menjadi penghuni sorga
Tapi, aku tak tahan di Neraka jahim
Rerimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku
Sebab engkaulah Maha Pengampun dari dosa-dosa besar
Tuhan, dosaku bagaikan bilangan pasir
Berilah aku kesempatan bertaubat wahai yang Maha Agung
Sementara umurku selalu berkurang setiap hari,
Malah dosaku terus bertambah,
Bagaimana aku menanggungnya ?
Tuhanku,
HambaMu yang penuh dosa kini telah datang padaMu
Mengakui dosa-dosanya dan memanggil namaMu
Jika engkau ampuni, dan memang Engkau berhak mengmpuninya
Sekiranya Engkau tidak,
Siapa lagi yang kami harap selain Engkau? “

Itulah lantunan syair Abu Nawas dalam pengakuannya terhadap segenap dosa yang pernah dengan sengaja dia lakukan suatu pengakuan yang benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam serta suatu penyesalan yang benar-benar tumbuh dari hati yang

sadar akan kelalaiannya.
Abu Nawas wafat di Baghdad dan tahun meninggalnya yang mengatakan pada tahun ( 190 H / 806 M, 195 H / 810 M, 196 H / 811 M, 198 H / 813 M, dan 199 H / 814 M ),

Sedangkan menurut versi yang lain mengatakan dia meninggal akibat dianiaya oleh orang – orang ruruhan Bani Nawbakht yaang menaruh demdam kepadanya.

Sementara itu, dalam versi Kesejarahan yang lain, Abu Nawas lebih dikenal sebagai tokoh jenaka yang sangat cerdik. Bahkan disebutkan, Abu Nawas adalah salah seorang pelawak kesayangan Khalifah Harun Ar Rasyid, bila kondisi batinnya sedang dalam kepenatan, Harun Ar Rasyid menjadikan Abu Nawas sebagai obat pelipur lara. Dia kerap mengajaknya bermain kata dan teka-teki yang penuh dengan kejenakaan.

Dalam salah satu kisah jenakanya antara keduanya, disebutkan bahwa disuatu ketika khalifah merasa sangat geram karena Abu Nawas selalu bisa saja memecahkan teka – tekinya. Karena itu khalifah memberi perintah yang mustahil bisa dilakukan oleh Abu Nawas, ( Yakni agar si Abu Nawas bisa menangkapkan Angin untuknya. Bila gagal, Abu Nawas akan mendapatkan hukuman berat.

Abu Nawas pusing yujuh keliling. Bagaina mungkin dia bisa menangkap angin yang tidak terwujud itu ?
Setelah berhari-hari berpikir keras, pada suatu malam pada saat ia tidur didalam kelambu, karena perutnya mules diapun berkali – kali “ buang gas “ yang sudah barang tentu baunya bukan main. Akal cerdik Abu Nawas langsung bekerja. Dia mengambil sebuah botol besar dan berkali-kali menampung ( Maaf ) kentutnya di dalam botol tersebut.
Dengan wajah berbunga-bunga keesokan harinya dia menghadap khalifah Harun Ar Rasyid.
“ apa yang kau bawa Abu ? “ tanya khalifah saat melihat Abu Nawas datang dengan membawa sebuah botol besar.

“ sesuai dengan perintah baginda, hamba telah berhasil menangkap Angin. Sekarang, angin itu berada dalam botol ini,” jawab Abu Nawas.

“ bagaimana mungkin, bukankah aku tidak dapat melihatnya ? “ balas khalifah.

“ baginda memang tidak dapat melihatnya, tapi baginda bisa mencium baunya. Kalau baginda ingin bukti, bukalah sendiri penutup botol ini ! “ jawab Abu Nawas lagi.

Khalifah mengambil botol itu dan membuka tutupnya. Bau busuk langsung menyergap hidungnya. Namun dia kemudian tertawa tergelak karena sekali lagi Abu Nawas bisa menjawab teka-tekinya yang sulit itu……

Kisah 1001 malam yang terkenal itu sebagian besar dihiasi dengan kisah – kisah kejenakaan Abu Nawas tidaklah sekonyol seperti yang digambarkan dalam kisah – kisah tersebut.

RAhmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar

Tidak ada komentar: