Tafsir Surat Yasin (Ayat 37-44)
Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby
37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam” kegelapan nafsu; “Kami tanggalkan siang dari malam itu,” dan cahaya matahari ruh serta aneka ragam ruhani, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,
38. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
“Dan matahari” ruh, berjalan di tempat peredarannya, yaitu Maqom Al-Haq Ta’ala dalam puncak perjalanan ruh. “Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa,” Yang menghadang siapa pun untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalanya dengan Maha PaksaNya dan kefanaan lainNya, “lagi Maha Mengetahui,” kesempurnaan perjalanan dan akhir tujuan para hambaNya.
39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan Yang tua 1268).
“Dan telah Kami tetapkan “ perjalanan dalam orientasi perjalanan jiwanya, “bagi bulan” Qalbu, berbagai “manzilah-manzilah,” seperti Khouf, Raja’ Sabar, Syukur, dan sejumlah maqomat seperti Tawakkal, dan Ridho, “ sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)” saat fana’ dalam ruh di maqom rahasia ruh (sirr), ” maka kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua,” yang menyerupai kebahagiaan di dalamnya dan kecerahabn wajahnya yang memasuki gerbang Ruh sebelum sempurna, sekaligus ketersembuntyiannya dari nafsu dan potensi dari pencahayaanNya. Bahwa kemudian ia menjadi purnama, karena posisinya dalam dada yang sedang menghadap ke maqom Sirr.
40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan” dalam perjalanannya, hingga ia meraih kepairpurnaan dada ruhaniyah yang meliputi kondisi semesta raya, dan menjadikan dirinya sebagai Tajally Akhlaq (Ilahi) dan Sifat. “Dan malampun tidak dapat mendahului siang,” dengan bertemunya bulan pada matahari, serta berubahnya kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya Qalbu.
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh, maka ruh sampai pada Hadlratul Wahdah (hadirat Kesatuan), hingga tidak akan pernah bertemu. Pada saat itulah Nafsu menjadi api penerang di Maqom Qalbu, hingga tidak ada kegelapan baginya, dan sebaliknya kegelapan nafsu tidak melampaui cahaya qalbu, bahkan kegelapan jadi sirna. Hanya saja, Qalbu dan cahayanya berada di Maqom Ruh. Sama sekali, Qalbu tidak melampui batas keabadian maqom Ruh. “Dan masing-masing beredar” di posisi perjalanannya, tertentukan di awal mula dan akhirnya, satu sama lain tidak saling melampaui “ pada garis edarnya,” sampai Allah swt memadukan diantara keduanya dalam satu batas, dan bulan jadi gerhana, lalu matahari terbit dari barat (tempat tenggelamnya), lalu jadilah qiyamat.
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,” yaitu bahtera Nuh yang di dalamnya ada rahasia dibalik rahasia yang nyata, yang tidak pernah tersebutkan oleh leluhur mereka, bahkan keluarga mereka yang ada kandungan mereka, hingga harus adanya keluarga-keluarga saat itu.
42. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
“Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu,” seperti metaphor bahtera Nuh, yaitu Bahtera Al-Muhammadiyyah yang bisa mereka kendarai.
43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam” kegelapan nafsu; “Kami tanggalkan siang dari malam itu,” dan cahaya matahari ruh serta aneka ragam ruhani, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,
38. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
“Dan matahari” ruh, berjalan di tempat peredarannya, yaitu Maqom Al-Haq Ta’ala dalam puncak perjalanan ruh. “Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa,” Yang menghadang siapa pun untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalanya dengan Maha PaksaNya dan kefanaan lainNya, “lagi Maha Mengetahui,” kesempurnaan perjalanan dan akhir tujuan para hambaNya.
39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan Yang tua 1268).
“Dan telah Kami tetapkan “ perjalanan dalam orientasi perjalanan jiwanya, “bagi bulan” Qalbu, berbagai “manzilah-manzilah,” seperti Khouf, Raja’ Sabar, Syukur, dan sejumlah maqomat seperti Tawakkal, dan Ridho, “ sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)” saat fana’ dalam ruh di maqom rahasia ruh (sirr), ” maka kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua,” yang menyerupai kebahagiaan di dalamnya dan kecerahabn wajahnya yang memasuki gerbang Ruh sebelum sempurna, sekaligus ketersembuntyiannya dari nafsu dan potensi dari pencahayaanNya. Bahwa kemudian ia menjadi purnama, karena posisinya dalam dada yang sedang menghadap ke maqom Sirr.
40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan” dalam perjalanannya, hingga ia meraih kepairpurnaan dada ruhaniyah yang meliputi kondisi semesta raya, dan menjadikan dirinya sebagai Tajally Akhlaq (Ilahi) dan Sifat. “Dan malampun tidak dapat mendahului siang,” dengan bertemunya bulan pada matahari, serta berubahnya kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya Qalbu.
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh, maka ruh sampai pada Hadlratul Wahdah (hadirat Kesatuan), hingga tidak akan pernah bertemu. Pada saat itulah Nafsu menjadi api penerang di Maqom Qalbu, hingga tidak ada kegelapan baginya, dan sebaliknya kegelapan nafsu tidak melampaui cahaya qalbu, bahkan kegelapan jadi sirna. Hanya saja, Qalbu dan cahayanya berada di Maqom Ruh. Sama sekali, Qalbu tidak melampui batas keabadian maqom Ruh. “Dan masing-masing beredar” di posisi perjalanannya, tertentukan di awal mula dan akhirnya, satu sama lain tidak saling melampaui “ pada garis edarnya,” sampai Allah swt memadukan diantara keduanya dalam satu batas, dan bulan jadi gerhana, lalu matahari terbit dari barat (tempat tenggelamnya), lalu jadilah qiyamat.
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,” yaitu bahtera Nuh yang di dalamnya ada rahasia dibalik rahasia yang nyata, yang tidak pernah tersebutkan oleh leluhur mereka, bahkan keluarga mereka yang ada kandungan mereka, hingga harus adanya keluarga-keluarga saat itu.
42. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
“Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu,” seperti metaphor bahtera Nuh, yaitu Bahtera Al-Muhammadiyyah yang bisa mereka kendarai.
43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar